Monday 3 September 2018

Senja Pecah di Ingatanku



Hari ini senja pecah, menjadi kepingan siluet-siluet tipis di bawah altar Tuhan. Warna jingga dan keemasan hilang sudah di telan mimpi di tengah jalan yang tak kunjung usai. Kau masih ingat senja beberapa tahun silam? Ya kita menikmati senja di bawah atap dengan segelas lemon tea dan teh manis, juga dengan dua mangkuk baso yang kita pesan berdua. Ya itu sudah sangat lama, beberapa tahun silam ketika kau baru hijrah ke perantauan dengan modal air mata dan sekantong kepercayaan juga dengan sekotak rindu yang tak kunjung beku. Aku masih ingat setiap senja kau mengadu tentang rindumu yang tak jua kunjung beku, setiap kali kau mengadu aku juga masih begitu ingat entah berapa liter air mata yang jatuh tak terbendung. Itu beberapa tahun silam.

            Hari ini senja pecah, kau tahu bukan, di bawah atap yang sebelumnya juga ku ceritakan kita pernah menautkan kelingking di atas meja berjanji akan cerita masa depan yang begitu indah dan luar biasa. Aku masih ingat setelah hari berganti minggu, juga berganti bulan masih di setiap senja kau mengadu tentang rindu yang masih sama, rindu yang masih enggan beku. Entah sudah berapa kali akhir pekan kau selalu datang menemuiku, menuntut untuk membekukan rindu itu, menuntut untuk sepotong hati yang kau titipkan padaku. Aku masih begitu ingat itu sudah beberapa tahun yang lalu.
            Sudah begitu lama, hari ini senja ku lihat pecah, kepingannya menghantarkanku pada cerita masalalu, cerita yang mana aku sebagai tokoh dan kamu juga sebagai pendampingku. Itu sudah beberapa tahun yang lalu, cerita yang bisa dibilang usang dan mungkin jika di ibaratkan kepada sekotak sereal di supermarket itu sudah masuk tanggal expired, sudah kadaluwarsa bukan? Tapi kali ini waktu seperti memutar dengan bayangan indah di tengah senja yang pecah tak peduli apa itu dan bagaimana aku. Kali ini semua begitu jelas di ingatanku, entah sudah berapa lama sejak saat itu yang aku tahu sudah beberapa tahun berlalu.
            Hari ini pecahan senja itu jatuh menghujamku, dan aku yakin kau tak tahu, bahkan mungkin tak mau tahu. Aku juga masih begitu ingat bagaimana dan kenapa aku mengenangmu. Di suatu senja, entah kapan itu yang aku tahu beberapa tahun yang lalu, di saat kau berlalu dan pergi di tengah cerita yang kita rangkai, disaat itu aku hanya bisa diam terpaku, di penghujung waktu itu senja pecah juga seperti kali ini “menghujamku”. Kau berlalu dengan air mata yang jatuh di pipi tanpa aku bisa mengusapnya, juga aku yang hanya duduk termenung menatapmu yang hilang di balik pintu. Itu kisah beberapa tahun yang lalu, dan sudah beberapa tahun aku tak lagi mendengar tentangmu sejak senja kala itu pecah, menghujam aku juga ingatanku. Itu sudah beberapa tahun berlalu, namun aku masih dengan sepotong rindu yang sama dengan segenggam janji untukmu yang kini entah dimana.

SHARE THIS

Author:

Etiam at libero iaculis, mollis justo non, blandit augue. Vestibulum sit amet sodales est, a lacinia ex. Suspendisse vel enim sagittis, volutpat sem eget, condimentum sem.

0 comments: